kata orang jalan yang kau pulang terasa dekat dari jalan datang mungkin datangmu membawa hajat sedang pulangmu tercapai maksud terjawab rindu jiwa
KAU hancurkan hatiku, hancurkan lagi kau hancurkan hatiku untuk melihatmu kau terangi jiwaku, kau redupkan lagi kau hancurkan hatiku untuk melihatmu ranting senja ~ jiwa
Saturday, April 18, 2009
hidup adalah perjalanan dari satu persimpangan ke persimpangan lain
tidak ada salahnya memilih jalan yang sama denga kebanyakan orang, seperti halnya tidak ada yang salah dengan memilih jalan sepi yang jarang atau tidak pernah dilalui orang
ini bukan soal jalan mana yang harus kita pilih, tapi lebih pada bagaimana kita menilai setiap persimpangan yang kita temui
jangan pernah takut menghadapi persimpangan hidup. jangan takut memilih jalan mana yang akan kau ambil. jangan pula pernah takut untuk menemui persimpangan lain di hadapan
tidak ada jalan lurus mulus tak berdebu, kecuali saat persimpangan itu telah habis. saat ketika hidup harus berakhir.
dan suatu waktu, suatu masa, dengan senyum mengembang aku akan mengenang setiap persimpangan demi persimpangan demi persimpangan yang telah kulalui.
dan.... diperjalanan ini akankah kau selalu tersenyum untuk selalu berada dalam rekah perjalananku?
sudah cukup hatiku di lukai sekian lama rasa tak dihargai sampai bila harus aku menanti saat indah setelah dikau pergi kini ku hapus semua rasa mencengkam ini hanya padaMu ku meminta aku pasrah
hilangkan rasa gundahku hilangkan rasa lukaku hilangkan lah segalanya ku tak ingin sakit lagi hilangkan kekosonganku hilangkan keasinganku hilangkan lah segalanya ku tak ingin lara lagi hilangkan lah segalanya
ku menanti saat sinar mentari ku menanti cahaya dalam hati ingin ku gapai bintang yang gemerlapan agar terang jiwa yang kegelapan kini ku hapus semua rasa mencengkam ini hanya padaMu ku meminta aku pasrah
Friday, January 30, 2009
aku tiba-tiba memikirkanmu, sejenak selepas kamu tersipu. memikirkan dalamnya matamu; hamparan pantai dengan warna yang menjadikanmu begitu indah. menghentikan waktuku, mengambil nafasku. kenangkan aku akan tegarmu dalam berjuta senyuman manis pun airmata.
jiwa
"selamat datang, aku selalu menunggumu"
jiwa
seperti semua hal yang harus dilepaskan: tidak pernah ada kata cukup, setelah memilikinya selama apa pun.
sisipkan airmataku diantara berjuta kesedihanmu semoga bisa menjadi penjaga tegarmu.
jiwa
Tuesday, December 30, 2008
teduh dulu.
bila fajar menyinsing dukaku membeku diselimuti waktu.... dan aku larikkan semula mimpi lalu semaikan di tapak mimpi baru....
bismillahirahmanirrahim! dengan namaMu Tuhanku, aku letakkan lambungku, dan denganMu aku mengangkatnya. andai Engkau menahan diri (nyawa)ku, maka peliharalah ia sebagaimana Engkau memelihara hamba-hambaMu yang soleh. ya Allah! Engkau telah menciptakan diriku dan Engkaulah yang telah mematikannya. hanya Engkau yang berhak mematikan dan menghidupkannya. jika Engkau menghidupkannya maka peliharalah ia, dan jika Engkau mematikannya maka ampunilah ia. ya Allah, aku mohon kepadaMu akan kesejahteraan!
wahai diri! ingatlah kembali pada setiap apa yang telah engkau minta daripada Tuhanmu. janganlah kau berpaling dari jalan-jalan yang telah Dia terangi. bersabarlah dirimu....
jiwa
andai kau menjadi pelangi biar ku jadi awannya agar kita selalu bersama
jiwa
cinta selembut awan masih tersimpan di hati pesona mu menawan ku dilanda sepi mengapa hanya padamu tercurah seluruh rasa hadir di setiap nafasku bayangmu menyapu....
jiwa
teduh dulu. warna merah yang terpancar dari rona matahari kian meneduhkan suasana. elok bistari. warna jingga yang terbias pada gemercik air, melimpah di hamparan danau, bak kristal terbias cahaya. sesungguhnya pukauan yang tidak mungkin terlukis. subhanallah! kurniaanMu indah. tinta selautan, bahkan tujuh lautan terkumpul menjadi satu, tidak mampu untuk melukiskannya. keindahan daripada Yang Maha Sempurna. sesungguhnya, kurnia yang Engkau titiskan pada keindahan, yang menyelubungi jelaga bumi nan permai, membuat hidup bagai ruang-ruang mistik yang tidak mampu di ungkap oleh keterbatasan makhlukMu. Maha Besar engkau dengan segala kekuasaanMu.
Dia hanya mampu menyampaikan kegelisahan dan rindunya kepada bintang, bulan, dedaun, angin yang berhembus, dan juga kepada setiap isyarat alam sebagai luahan jiwa yang dalam, walaupun hanya menyampaikan sebait salam rindu untuk sang kekasih. menyampaikan risalah jiwa kepada hembusan angin dan juga merpati-merpati kesunyian. melukis risalah hati pada malam yang pekat, mencari tautan yang mampu memberikan cercah cahaya dalam jiwanya yang risau.
aku seperti salju yang terkena terik matahari. ada kegetiran hati yang ingin sekali aku luahkan. ada segunung kesedihan yang ingin aku lemparkan jauh-jauh sehingga semua rasa itu mampu menjauhkan diriku daripada kesedihan yang kian dalam. tetapi aku tidak mampu berbuat itu semua.
Matahari sedang tak bersinar dengan garang ke atas wajah bumi, dan semua makhluk tertidur dalam kelamnya awan, angin dingin, rintik tangisan semesta. Semuanya tertidur.
Masa yang menakutkan, dengan sedih duka-lara akan bernyanyi atas tiap raga dan jiwa, raga dan jiwa yang berdiri sendiri di atas jagad.
Daun-daun gugur kemerahan, basah, dan sekarat di ambang sejuknya musim. Tak lama lagi akan mati, dan entah bila akan muncul hidup yang baru. Setelah mati dan membusuk dalam tidur sang musim.
Semua orang bernyanyi akan kesedihan. Musim yang kelam. Dingin dan mencekam, terlebih saat malam datang berkumandang dengan sangkakala alam yang ia tiup saat senja lelah, dan beristirahat.
Tiap hembusan angin serasa menusuk kesedaran, dan menangis atas tiap tatapan, sedih mereguk nafas, dan jiwa tergeletak tak bernyawa, memandang kosong pada langit dingin. Tubuhmu mati rasa, pucat dan perlahan membeku dalam tawa yang hilang, hilang dalam gelap akhirnya musim, musim yang akan beristirahat panjang, dan mungkin kembali dengan fajar yang cerah. Nanti. Mungkin.
Angin berhembus dengan dingin, mencekik paru-paru, kering di atas kulit ini, dan membuat luka yang hampir tak terasa, tak terlihat. Tapi itu luka.
Angin berhembus dingin ke atas rimbun daun-daun mati, memenggal mereka dari tangkainya dan menguburnya bersama ribuan dedaunan lain yang telah berubah warna, merah, jingga, abu, membusuk, dan hilang. Hilang bersama musim.
Daun-daun terbang kehilangan nyawa, bersiap menuju pembaringan terakhir bersama nyawa ribuan, jutaan daun lain yang telah habis masanya tuk bersuka bersama burung, tupai, ulat, serangga, dan aku.
Dan aku di sini memandangi musim.
Dingin, menusuk, kelam, dan begitu sunyi. Selalu sunyi. Kenapa?
Mungkin kerana aku hanya sendiri yang merasa sunyi.
Tapi tika ini begitu dingin dan tak bernyawa, bak lentera yang berteriak meminta minyak untuk dian yang ia dirikan atas kesedarannya. Jagad ini sedang tak bernyawa, resah dalam sekaratnya alam. Resah dalam tidur yang menjelang tak lama lagi.
Matahari masih mendelik dari jauh, dan angin mulai bernyanyi kecil dengan awan-awan mendung. Belum ada tangis, belum ada rintik. Tapi jagad sudah tergeletak bersama kantuk tak terperi. Begitu juga aku. Kantukku tak terperi. Tubuh ini sudah begitu lelah. Sudah begitu lelah. Di sini, di sana. Di mana-mana kurasa kaku dan letih yang mengakar di tangan dan kakiku. Letih merambat ke fikiran dan meracuni sedarku, ingin membuatnya hilang dalam mimpi.
Hidup ini seperti pacuan kuda yang memiliki jalur berkelok, kelok dan jalan yang tak jelas berakhir di mana. Jalan di mana yang berbatu, berlubang, dan memiliki rintangan tak ada yang tahu. Dan aku harus lalui, kita harus lalui. Bila kita tidak begitu letih dan merelakan raga ini dicekik lara yang menyiksa.
Saat ini kurasa letih, dan letihku menyiksa, dengan angan yang entah sudah terbang ke mimpi mana yang tak kubayangkan sebelumnya. Letih ini mengajakku beristirehat dan menghentikan perjalanan. Aku tahu pacuan ini masih jauh dari selesai, dan jalanku masih berkelok-kelok. Kuda-kuda lain masih berlarian di belakang, ada yang melewatiku. Ada yang sudah terbaring tak bernyawa.
Angin berbau racun saat dunia beristirehat kerana gelap. Dan daun-daun pun mati, hilang dalam pelukan musim. Gugur dan hilang.
Waktu sudah terjaga saat aku membuka mata, dan saat tirai kubuka hanya ada langit yang menghitam dengan kesedihan tak terkatakan bermain di ujung mata ini. Aku mengira-ngira, siapakah yang bersedih hari ini sekiranya sampai-sampai langitpun tak mampu bersinar dengan cerah, memancarkan senyum mengembang seperti kemarin.
jiwa
baru saja kukatakan pada hujan yang tersedu kehilangan pelangi di ruang kamar kita petang tadi.
mungkin ia terlalu mencintanya hingga lupa pelangi cuma perlu gerimis bukan lebat tak habis gerimis yang lembut dan terjaga gerimis yang membebaskan sedikit ruang bagi cahaya hingga seluruh warna jadi nyata
seketika tangisnya makin tumpah dan kau tahu? mataku tiba-tiba ikut basah! di ruang ini ada aku dan hujan tapi mengapa terasa begitu sepi dan sendirian
jiwa
wahai sang jentayu, izinkan ku tumpang dilebar sayapmu, habis puas kau menanti hujan, terbangkan aku ke negeri aman, sungguh, aku juga kerinduan, seperti kau yang kesepian, menangis atas rintisan hujan, ingin pulang ke halaman, walau seketika berbaki cuma, aku makin tersiksa jiwa dan raga, selagi di sini terus dipenjara!
jiwa
KALAU selama ini aku menyangka aku bermimpi, kejutkanlah aku sejenak daripada mimpi-mimpi yang KAU beri. renjislah aku dengan gerimisMu yang selalu mengintai aku di balik awanMu.
kalau selama ini aku menyangka aku bermimpi, bangkitkanlah aku daripada igauanMu. simbahlah aku dengan kocakan air dari langitMu yang tidak bertepi.
TUHANKU.... mengapa mimpiku panjang sekali sehingga aku terlena dalam arus yang mengkhayalkan. sekali pun tidak pernah terlintas di hati ini bahawa mimpiku akan berakhir dengan realiti. tersungkur aku.... YA ALLAH. di dada bumiMu yang telah hilang merah. betapa selama ini aku tertipu dengan bayang-bayang mentari padahal rembulan sudah lama menghuni.
TUHANKU.... andainya aku tersasar jauh dari jangkauanMu, kembalikanlah aku dalam selimut kasihMu supaya aku tidak tergolong dalam kalangan yang tertipu bukan oleh siapa-siapa tetapi tertipu oleh bayang-bayang sendiri.
mungkin kerana saban hari aku meneguk secawan luka, menghirup secangkir lara, aku menjadi biasa. lantas, luka itu mampu kurawat sendiri. lara itu kujahit sendiri.
dan, lama-lama aku jadi mengerti.... seperti mengertinya insan-insan terdahulu. kusedari kini.... mengujiku adalah mainanMu. memberi padaku juga adalah limpah kurniaMu. mengambil juga adalah hakMu. justeru, aku kian berani menempuh hari-hariMu.
salam sayang.... jiwa
Tiada ruang cemas yang kosong tiada waktu erti menunggu bangku sepi pengunjung sudah pergi tanpa tamu tapi tidak sendiri
mata fikir jua yang mengerti Kau ada di mana-mana: Di ranting didahan dihujung rumput, dipadang dilembah dibukit selamat datang berkampunglah dihati.
jiwa
Saturday, December 13, 2008
jiwa akan kulepaskan untuk penyebatian dalam raga kusatukan dalam rongga untuk kukocokkan untuk tidak berlaga untuk berlagu bukan dalam dosa hanya nyanyian qasidah cinta dari sebuah kesatuan....
jika hidup katamu adalah anugerah dan kebersamaan selama ini sudah merupakan puisi paling indah izinkanku menjadi bagian yang membuatnya abadi.
pelangi jiwa
tengadahkan kepalamu ke langit,tak perlu mengecilkan mata,senja yang lembut tak menyakiti pandanganmu untuk menikmati pelangi,hasil rajutanku.tujuh warna disana adalah doa,semoga Tuhan menjagamu,memberikan kekuatan,menebarkan rasa bahagia dan menopangkanmu disaat lemah.
untukmu jiwaku
jika kau yakin cinta akan sentiasa memberikan kebahagiaan kepadamu,maka yakinlah bahawa lara itu hanya sebatas duri;hikmah yang akan terjadi sesuatu yang manis dalam risalah hidupmu.meskipun kelam,kadang-kadang menjadi duri dalam igauan kesunyian jiwamu,terus tabahkan jiwa dan raga untuk menyangganya sungguhpun seluruh raga remuk-redam,terkoyak kerana kamu tidak kuasa menghadapi kenyataan.kerana cinta ialah cahaya yang terselit di antara gelap dan terang kehidupanmu;maka carilah cinta sucimu yang agung dan tersenyumlah!walau apapun tafsiranmu tentang cinta,ia tetap ada dan bersemayam dalam hatimu.